HOUSEHOLD,  PARENTING

NO NANNY, NO CRY

Hello Readers !

Pagi ini saya merasa bersemangat untuk menulis di blog hellomamika. Why? Karena topik tulisan saya ini mungkin dapat bermanfaat bagi para ibu rumah tangga yang sedang bingung dan pusing mencari jasa ART (Asisten Rumah Tangga) yang tepat sementara keadaan rumah pasti kacau tanpa kehadirannya. Hmm, kacau? Masa sih?

NO NANNY NO CRY. Tidak masalah tidak ada asisten di rumah, ibu pasti bisa menjalani kegiatan mengurus rumah tangga tanpa merasa stress di rumah dan tetap happy. Happy? Kok bisa?

Mengurus urusan rumah tangga tanpa jasa ART memang bukan perkara yang mudah. Apalagi bagi para ibu yang memiliki balita seperti saya ini. Saya akui hal tersebut berat! Namun, bukan hal yang tidak mungkin untuk dilakukan, mengurus rumah juga mengurus anak-anak. Saya memiliki dua orang anak, anak perempuan saya berusia 3 tahun dan yang kedua laki-laki berusia 10 bulan. Saat ini saya masih merasa belum membutuhkan jasa ART. Saya memutuskan untuk tidak menggunakan jasa asisten sejak awal pernikahan dan kelahiran anak yang pertama. Tanpa pengalaman mengurus rumah tangga apalagi mengurus seorang anak, memangnya bisa? Jawabannya bisa.

Amazing. Kata yang tepat untuk menggambarkan perasaan saya mengurus rumah tangga dan balita tanpa asisten. Menikah lalu hamil adalah berita membahagiakan bagi pasangan yang baru saja menikah. Mengetahui hal tersebut, saya dan suami langsung berdiskusi apakah perlu asisten untuk membantu pekerjaan rumah tangga atau tidak. Kesepakatan terbentuk, jawabannya adalah jalani saja dulu. Alasannya, saya dan suami tidak tahu harus meng-hire siapa untuk dijadikan sebagai ART, lagipula kebetulan saya bukan wanita pekerja kantoran. Itu artinya saya memiliki waktu seharian di rumah untuk melakukan pekerjaan rumah tangga.

Tantangan baru dalam fase hidup berumah tangga dimulai. Tanpa pengalaman mengurus pekerjaan rumah dan kondisi hamil, jujur perasaan saya deg-deg an. Saya tidak bisa memasak, saya jijik-an, terkadang suka malas-malasan dalam membersihkan rumah dan lain-lain. But, how lucky i am! Suami tidak menuntut banyak hal. Kalau masakan tidak enak ya biarkan saja namanya juga baru belajar atau tidak sempat masak ya beli saja, hingga rumah belum selesai dibereskan pun tidak masalah malah suami ikut turun tangan membantu pekerjaan saya. Dari situ saya merasa lega dan tidak terbebani menjadi ibu rumah tangga tanpa asisten. Pengalaman baru menjadi seorang istri dan calon ibu yang sedang hamil dengan keadaan tanpa asisten bukan suatu masalah yang besar.

Tantangan pertama tanpa ART lulus. Horeee… Tantangan kedua, anak pertama lahir! Nah ini. Bulan Mei tahun 2014, saya melahirkan anak pertama melalui proses persalinan operasi alias C-Section (Caesar). Loh kenapa tidak melalui proses persalinan normal? Bahasan mengenai proses kelahiran nanti ada dipostingan saya selanjutnya ya ibu-ibu. Lanjut cerita, setelah saya sudah boleh pulang dari rumah sakit, petualangan pun dimulai. Jeng jeng jeng. Selama satu bulan awal, mama saya berada di rumah untuk menemani dan membimbing saya mengurus bayi. Namun, sebagian besar pekerjaan rumah tangga dan mengurus bayi ini tetap saya dan suami yang handle. Kan ada mama? Saya dan suami membiasakan diri untuk mandiri apalagi dari awal sepakat untuk tidak menggunakan ART jadi yaa harus siap handle apapun tanpa bantuan orang lain. So, keberadaan mama waktu itu di rumah lebih banyak membantu dalam hal memasak. Pengalaman menjadi seorang ibu muda yang baru melahirkan dan tanpa jasa asisten belum terasa sampai tiba saatnya mama pulang setelah sebulan berada di rumah.

Repot. Benar-benar repot mencuci piring, memasak, membersihkan lantai, merapikan tempat tidur, mencuci baju sampai meyetrika baju sambil mengurus bayi. Belum selesai memotong bawang, bayi sudah menangis minta ASI atau mau buang air kecil saja susahnya minta ampun. Bagi orang seperti saya yang mudah meledak-ledak, tingkat kesabaran rendah dan plan sering tidak berjalan sebagaimana mestinya, hari-hari tanpa asisten akan menjadi lebih berat dan mudah uring-uringan. Begitulah gambaran nyata tanpa kehadiran ART di rumah. Lalu apakah hal tersebut mengubah keputusan tanpa ART? Tidak. Saat saya merasa tidak mampu dan hampir menyerah dengan keadaan, saya selalu diskusikan masalah pekerjaan rumah tangga dengan suami. Setelah diskusi, memang ada perubahan? Ya.

Jangan sungkan mengutarakan kesulitan mengerjakan pekerjaan rumah tangga pada suami. Berdiskusi dengan suami perihal repotnya mengerjakan pekerjaan rumah tanpa ART membuat suami tahu bahwa menjadi ibu rumah tangga adalah pekerjaan yang sulit. Apalagi tanpa asisten, wow dasyat! Diskusi atau mencurahkan permasalahan yang terjadi akan lebih baik daripada si ibu uring-uringan sepanjang hari tanpa sebab yang jelas. Sebelum saya berdiskusi, saya pasti uring-uringan ga jelas dan ga karuan. Setelah diskusi dan utarakan apa yang saya rasakan, keadaan menjadi jauh lebih baik. Saya sendiri sebenarnya hampir menyerah di tengah jalan. Saat itu usia anak sudah satu tahun. Permasalahan tanpa ART makin kompleks dimana anak semakin besar semakin sulit untuk ditinggal-tinggal ke dapur atau melakukan pekerjaan lain karena anak dikit-dikit menangis. Piring kotor menumpuk, rumah semakin berantakan oleh makanan dan mainan yang berserakan di lantai, masakan belum beres sementara hari sudah semakin sore dan berbagai drama tanpa ART lainnya. Pusing? Ya.

Percayalah, diskusi dengan suami menghasilkan solusi yang sangat amat membantu. Perasaan saya setelah mengutarakan masalah terhadap suami bukan hanya plong tetapi double plong. Hehehe. Kenapa? Karena setelah curhat saya memperoleh solusi yang sangat membantu meringankan pekerjaan rumah tangga. Dari awal, suami memang tidak menuntut saya untuk sempurna mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Kalau kata suami sih kerjakan semaksimal mungkin, kalau tidak bisa ya jangan dipaksakan. Saya juga merasa kaget bahwa suami tidak keberatan berbagi tugas rumah tangga. Suami mau membantu mencucikan piring kotor, mem-vakum lantai, mengepel bahkan menyetrika pakaian. Untuk hal terakhir yaitu menyetrika pakaian, saya dan suami akhirnya sepakat untuk menggunakan jasa menyetrika di laundry kilo-an.

Drama tanpa ART selalu ada namun berkurang seiring berjalannya waktu. Solusi untuk meringankan pekerjaan rumah tangga tanpa asisten setiap masing-masing keluarga berbeda-beda. Seperti penggunaan jasa laundry yang saya dan suami putuskan adalah hal terbaik. Begitu pula penggunaan vacuum cleaner yang membuat debu-debu di rumah cepat lenyap dibanding membersihkan dengan sapu biasa. Apalagi di rumah ada balita yang mengharuskan rumah sebisa mungkin minim dari debu dan kotoran. Selama dua tahun berjalan saya memutuskan tanpa ART. Mengurus rumah dan satu orang batita berdua dengan suami (yaaa tetap yaa persentase lebih besar saya kerjakan sendiri karena suami kan bekerja di luar rumah). Berat namun tetap happy. Masih bisa happy karena di sela-sela kesibukan mengerjakan pekerjaan rumah saya masih bisa browsing online store makeup favorit, chat dengan teman, menonton film kesukaan di tv dan kegiatan “me time” lainnya. Surprisingly, saya malah sempat membuat clothing brand sendiri yang dijual melalui e-commerce. Masa sih? Terdengar tidak mungkin namun itu terjadi. Hehehe.

Nah, tulisan diatas merupakan cerita saya yang sebagian besar terjadi saat anak saya masih satu orang. Hmm, bagaimana yaaa mengurus rumah dan dua orang anak tanpa asisten? Jauh lebih repot kah? More histerical drama? Rumah porak-poranda? Nangis darah? Jawabannya ada di No Nanny, No Cry part 2. Hehehe. Dibikin dua bagian biar bacanya enak dan tidak terlalu panjang. Di postingan selanjutnya akan lebih banyak tips dan trik nya. Setelah nulis ini saya juga mau masak dulu ya, buibu! Selesai masak baru nulis lagi. 😀

Bagi yang sudah menyempatkan baca tulisan saya ini, saya ucapkan terima kasih. Semoga tulisan ini sedikit dapat meng-inspirasi ibu-ibu bahwa tanpa asisten rumah tangga dunia ga akan kiamat kok. Hehehe. Kunci sukses tanpa ART, sabar dan jangan sungkan minta bantuan suami ya!

:-*

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *